![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhY8IROBg2u49rdcSMRVV0RH0L-TovSI8-D9uIQVJxJ5OiIwenIIAx-UINeJrIdVjbzX-BxqDfSdYrUgQggo4o4bgmAe5ybgP4geY9jmYe9n1z5Wjgll8kNm7eCZqnK6YY7sgRjxdDKnzk/s320/Tony+Q+Rastafara+tonyqrastafara.jpg)
Anak kampung yang berontak dari pabrik kaleng.
Memilih hidup dan bermusik di jalanan. Walau digasak dan dicemooh orang,
tetap memilih reggae sebagai jalan hidupnya. Lagu-lagunya direkam
Putumayo label tersohor dunia untuk world music. Sohor di ajang festival
di Amerika tetapi selalu ditolak Kedutaan Amerika di Jakarta ketika
mengurus visa.
Inilah reggaeman kita yang selalu bersahaja
SELALU ada berita baru tentang reggae dari Tony Q Rastafara. Selalu
ada album atau master musik reggae di dalam tas kecilnya yang akan
diperlihatkan kepada orang yang tertarik mencari tahu apa yang kini
dikerjakannya. Atau sebuah buku, Bob Marley: Rasta, Reggae, Revolusi
yang agak lusuh karena sering dibaca dari tangan ke tangan, dibahasnya
bersama beberapa kawan di Warung Apresiasi (Wapres), Bulungan kebetulan
dia memberi komentar singkat di sampul belakang. Tony Q, memang
reggaeman yang bersemangat!
Kadang dia menghilang dari Jakarta beberapa bulan untuk melakukan
konser di beberapa kota di Jawa dan Bali. Biasanya digelar di
kampus-kampus, atau bar dan cafe. Kadang langkahnya panjang hingga
mancanegara, “Aku mau berangkat ke Aus, nih!” katanya lewat telepon
seluler, suatu kali. Maksudnya pergi ke Australia untuk melakukan mixing
di Sound Warp untuk album barunya, Anak Kampung, yang akan dirilis
dalam waktu dekat ini.
Album Anak Kampung, melibatkan Fully Fullwood, pionir reggae, seorang
bassist yang cukup penting perannya dalam perkembangan musik reggae di
Jamaika pada dekade 70an.
Selama tigapuluh tahun karir musiknya, Fullwood pernah bekerjasama
dengan Bob Marley, Peter Tosh, Black Uhuru, Gregory Isaacs hingga The
Mighty Diamondas. Setahun yang lalu, Fully Fullwood dan kawan-kawannya
di band Tosh Meets Marley sempat melakukan tur konser di Pekan Raya
Jakarta (PRJ) dan Bali. Di belakang panggung konser, Tony Q
diperkenalkan kepada Fully Fullwood dan kawan-kawan, serta manajer Mark
Miller.
Tiba-tiba saja scene reggae di tanah-air heboh melihat kedekatan Tony Q
dengan Fully Fullwood yang kemudian berujung bekerjasama membuat sebuah
album.
Sekembali Tony Q dari Australia, BATAVIASE NOUVELLES menemuinya di
Wapres pada suatu petang. Sambil menyeruput kopi pahit dan menghisap
rokok kretek dengan diselingi senda gurau, lagi-lagi Tony Q bersemangat
menjawab BATAVIASE.
Bagaimana Anda bisa dekat dengan Fully Fullwood lalu bekerjasama membuat sebuah album. Apa ini sebuah kebetulan?
Ya, awalnya memang panitia konser memperkenalkan gue dengan Fully
Fullwood. Bagi gue ini seperti mimpi besar. Bisa bernyanyi satu panggung
dengan musisi reggae legendaris. Bayangkan, dia bilang,’Reggae lahir
di dekat rumah saya.’
Lalu dia cerita tentang Bob Marley yang dulunya masih anak bawang… Wah,
orang ini nggak sembarangan. Beberapa lagu Bob Marley kan dia ikut
menulis, seperti Mr. Brown, Sun is Shining… Wah, luarbiasa!
Lalu panitia menyiapkan keberangkatan mas tony ke Bali untuk jam-session
dengan band Tosh Meets Marley. Nah, ketika di Bali, ini seperti sebuah
kebetulan… Setelah konser selesai, manajer band Mark Miller dan Fully
serta para musisi ingin jalan-jalan melihat panorama Bali. Ketika itu
panitia kabur entah ke mana, sehingga mas tony dan seorang sopir
menemani mereka pergi ke Tanah Lot.
Bayangkan, dalam mobil cuma mas tony dan sopir doang orang Indonesia
yang mengantar musisi reggae dunia, ada yang datang dari California,
Swiss, Kanada. Jadi, walau pun satu band tapi mereka tinggal di negara
yang berbeda. Selama perjalanan kita semakin akrab, karena gue membantu
motret dan ngejelasin tentang pura Tanah Lot. Mereka sangat senang
sekali, happy!
Selama bersama mereka, mas tony nulis lagu Woman yang kata Fully,
’Stag in my head’ dan Mark Miller dapat ide bikin lagu juga, judulnya In
The Ghetto, idenya dia dapat ketika melihat orang-orang Jakarta yang
bekerja di pagi buta untuk memberi makan keluarga.
Proses rekaman Woman juga terbilang cepat. mereka janjian ketemu di
Studio Intro, Kemang, untuk rekaman. Beberapa jam sebelum mereka datang
dari Bali, gue udah di studio, karena mas tony pengen tepat waktu,
nggak mau telat. Di studio ma stony coba-coba bikin bahan dasar musik
untuk Woman dengan gitar. Kemudian Fully datang langsung merespon
dengan bass, begitu juga dengan yang lain, memainkan keyboard dan
perkusi. Fully saja membuat lima versi bas untuk Woman. Semuanya bagus!
Tapi ma stony harus memilih satu di antaranya.
Anda tadi bilang “Mimpi besar” bernyanyi satu panggung dan
bekerjasama dengan Fully Fullwood. Sebenarnya apa sih cita-cita Anda?
Cita-citaku, tampil dalam festival reggae di Jamaika, memperkenalkan reggae Indonesia kepada publik yang lebih luas lagi.
Bagaimana undangan festival reggae internasional selama ini?
mas tony nggak bisa datang ke sana… Karena tidak mendapatkan visa dari
kedutaan Amerika. Undangan gue terima tidak lama setelah peristiwa
tragedi World Trade Center, sebelas september 2001.
Awalnya panitia Bob Marley Festival di Houston, Texas mengundangku untuk
tampil sebagai headliners. Tapi gue nggak mau tampil sendiri karena
semua lagu gue kan nggak bisa dimainkan sendiri. Di samping itu, dia
punya misi untuk memperkenalkan musik reggae Indonesia untuk publik di
sana.
Reggae Indonesia kan ada kendang jaipongnya, talempong minang, suling
sunda.. ya kayak gitu! Dia ajukan ke panitia bahwa gue baru mau tampil
dengan syarat bisa membawa band
Panitia merespon, ‘Tony kamu bisa mencari player yang kamu butuhkan
di Amerika, dari kendang sunda, dll…’. Tapi gue tetap bersikeras, gue
baru mau tampil dengan musisi Indonesia. Jumlahnya semua 10 pemain.
Lama-lama panitia di sana mengerti dengan kebutuhan gue. Kawan-kawan
sudah menyiapkan keberangkatan gue untuk festival itu, mereka mau jadi
volunteer, dari membuat ‘malam dana’. Gue sangat terharu!
Tapi ketika mengajukan visa untuk sepuluh musisi di Kedutaan Amerika,
kita ditolak. Mungkin pemerintah Amrik masih paranoid, setelah tragedi
WTC. Kawan-kawan shock, kok sebagai musisi masih juga dicurigai yang
kagak-kagak. Lewat e-mail, gue sebar kabar bahwa Kedutaan Amerika tidak
memberikan visa kepada musisi Indonesia. Panitia Bob Marley Festival di
Houston cukup kaget juga. Seorang akademisi- musikolog dari West
Virginia, Prof. Ann membuat petisi yang didukung para musisi dan
akademisi Amerika, yang isinya protes keras terhadap pemerintah Amerika
agar memberi kesempatan kepada musisi Indonesia untuk tampil pada
sebuah festival musik. Petisi itu dikirim ke Gedung Putih, kantornya
Presiden Bush.
Selanjutnya, masih ada undangan festival reggae yang datang?
Dari tahun 2003 sampai 2005, mas tony terus diundang untuk even Legend
of Rasta reggae Festival di Houston, Texas. Tapi kan masalahnya,
lagi-lagi Kedutaan Amerika di Jakarta tidak memberi visa. Padahal dia
banyak mendapat dukungan, baik moril maupun materiil. Promotor Adri
Subono dari Java Musikindo, secara pribadi mau ngasih uang puluhan juta
kalau gue jadi berangkat. Tapi kenyataannya semua mentok karena nggak
dikasih visa. Gue udah usaha, bekerja… Ya, gue sumeleh saja!
Sejak tahun 2004, setiap ada undangan festival reggae internasional,
dia mulai cuekin. Tapi orang Amerika memberi dukungan. Mareka tahu lagu
gue kan diputar di festival, tapi bertanya-tanya kok orangnya nggak
pernah nongol.
Ada orang Amerika yang bekerja sebagai instruktur pada sebuah perusahaan
minyak di Houston selalu berhubungan dengan kita lewat e-mail.
Beberapa bulan menjelang festival reggae diselenggarakan, dia selalu
siap membantu, dari membelikan tiket dan akomodasi. Suatu kali dia
menitipkan uang lewat muridnya dari Indonesia, dia orang Batak, yang
kebingungan kok ada instruktur perminyakan Amrik punya sahabat musisi
reggae dari Indonesia, he..he…he! Lucu juga tuh!
Dari kejadian itu, lama-lama gue baru mengerti, ternyata orang
Amerika itu sangat apresiatif dengan musik reggae Indonesia. Prof. Ann,
misalnya, selalu memberi gue dorongan terus berkarya. Ketika dia dengar
musik gue yang ada elemen musik Sunda, Jawa atau daerah lainnya di
Indonesia, dia bilang, itu musikmu enggak ada di Amerika atau Afrika.
Budaya kita kan unik, sejarahnya panjang. Dia akhirnya mengirimkan
lagu-laguku kepada Putu Mayo World Record, perusahaan yang berbasis di
New York. Satu lagu gue, Pat Gulipat, masuk dalam kompilasi World Reggae
berjudul Reggae Playground bersama musisi reggae dunia.
Gue langsung terharu sekaligus bangga, akhirnya musik reggae Indonesia diakui secara internasional.
Tony Q tak pernah menduga lagunya masuk dalam kompilasi Reggae
Playground, bersanding dengan Rita Marley, istri Bob Marley dan Judy
Mowatt, penyanyi latar The Wailers band Bob Marley, selain itu beberapa
musisi yang mengisi album itu antara lain Johny Dread (Kuba), Eric Bibb
(Amerika), Alan Schneider (Prancis), Modusta Largo (Maroko), The
Burning Soul (Jamaika), Marty Dread (Amerika), Kal Dos Santos (Brasil),
Asheba (Trinidad) dan Toot and The Maytals, band lawas dari Jamaika
yang melahirkan kosakata “Reggae” ke dunia ini. Seluruh penjualan album
ini diperuntukkan pembangunan sekolah taman kanak-kanak di Jamaika.
Sebuah program yang bekerjasama dengan Perserikatan Bangsa-bangsa dan
Rita Marley Foundation.
Bagaimana Anda melihat perkembangan musik reggae di Indonesia, yang sekarang lagi booming?
Gue selalu mendukung kawan-kawan yang bikin band reggae. Dan selama
ini juga gue didukung kawan-kawan. Untuk desain sampul album Anak
Kampung, yang bikin Ibnu Hibban, yang sudah menonton band gue sejak dia
masih SMP. Sekarang dia sudah sarjana, lulusan jurusan seni rupa
Institut Kesenian Jakarta. Cover Anak Kampung adalah skripsi Ibnu, dapat
nilai A. Gue kan selalu mendukung sesuatu yang positif, kuncinya asal
dikerjakan dengan senang hati semua akan berkembang. Setiap gue ngeband
selalu ngajak band-band yang baru untuk jam-sesion. Di musik reggae
itu nggak ada jarak, tua-muda saling mendukung. Gue nggak pernah
menduga perkembangan reggae di masyarakat seperti sekarang ini, walau
media masih memperlakukan seperti anak-tiri, kalau mau dibandingkan
dengan musik rock atau pop. Sebagai pelaku reggae, gue akan terus
bekerja, berkarya, bikin album…
Ada yang bilang Anda terlalu idealis?
Tolok ukur orang itu apa? Gue sih sederhana saja dalam bermusik.
Pertama, harus dilakukan dengan senang hati. Penghasilan gue selama ini
dari musik. Gak ada sampingan lain. Kalau gue dulu ngamen di jalanan
karena gue melakukan itu dengan senang hati. Kalau gue nyanyi di kafe
atau konser di daerah, itu semua gue lakukan dengan senang hati. Banyak
juga kan yang mengukur apa yang kita kerjakan dengan berapa uang yang
kita dapat… Wah,
itu sih bikin gue tertekan! Gue bikin band, jungkir-balik, terus bubar,
karena kawan-kawan dulu nggak punya keyakinan musik reggae bisa
diterima pasar. Ukurannya uang! Kalau berkesenian diukur dengan uang
dan sukses melulu… yah, kita hidup dalam tekanan. Akhirnya bubar.
Gue sudah puluhan tahun bermusik reggae. Ketika almarhum Imanez masih
memainkan karya-karya The Beatles, gue sudah ngereggae. Ketika album
reggae dia sukses, gue merasa terpacu untuk berkarya. Iman beruntung
karena Potlot mengelola bakat dia. Gue kan berproses dari bawah, dari
hidup di jalanan, semua bertahap. Suatu kali gue pernah nyodorin karya
gue ke sebuah perusahaan rekaman di Glodok. Tapi syaratnya, album gue
akan dirilis tanpa menyertakan vocal gue.
Nama gue tetap dipakai tetapi yang nyanyi orang lain…
Edan! Gue langsung tolak. Begitu gue cerita ke kawankawan, justru gue
digasak, dicemooh; ‘kok nggak lu ambil aja itu duit. Kan enak nggak usah
capek-capek!’ Gue nggak sependapat! Ini karya gue, dan gue punya
kemampuan untuk menyanyikannya. Itu kan suatu keyakinan.
Sekarang terbukti, kawan-kawan yang dulu mencemooh, kebanyakan sudah
meninggalkan musik, cari kerja yang tidak ada hubungannya dengan musik.
Kalau tetap bermusik, paling hanya memainkan lagu-lagu top-40, tidak
berkembang dan penuh dengan tekanan, karena banyak diatur-atur orang dan
secara materi gak cukup.
Bermusik itu ekspresi kebebasan. Ya, kita harus merawat kebebasan itu,
dengan berkarya, mencari ilmu dan bergaul, mengalir saja… Selama kita
memberi dukungan kepada potensi seseorang, pasti ada jalan terbuka untuk
kita juga. Ada yang bilang,’wah Tony nyebar virus reggae..’
Padahal kan gue bergaul dengan musisi apa saja, rock, metal, punk… Gue
suka pergaulan dan saling memberi apa yang kita tahu. Dulu gue sempat
jadi instruktur musik di Wisma Relasi (markas band Steven n’ Coconut
Treez).
Dari dalam studio, gue perhatiin ada Steven yang sedang melongok lama
dari balik kaca. Dia kan dulu main musik hardcore(music-music yg
aliranya keras). Dulu dia Rambutnya panjang belum digimbal kaya
sekarang.
Keesokan harinya, kita ketemu. Dia minta dibikinin rambutnya
dreadlock. Gue bikinin tiga biji. Besoknya dia datang lagi, semua
rambutnya sudah digimbal tetapi numpuk jadi satu biji gede banget. Gue
rapiin, gue gunting terus dijalin satu-satu, akhirnya jadi kayak
sekarang ini. Dia itu sudah ada talent reggaenya. Kalau dengar band
hardcorenya, dalam albumnya ada satu lagu reggae. Jadi gue nggak pernah
ngasih virus, atau mempengaruhi dia supaya bermusik reggae. Ketika
mengerjakan album pertama Coconut Treez, The Other Side, tony Q dengan
teman-teman Rastafara ikut membantu. Bahkan, ketika ada yang datang ke
mas tony, namanya Rival, ingin bermain musik reggae, mas tony kenalin ke
Steven. Dan akhirnya Sampai sekarang dia jadi bassis Coconut Treez.
Dalam hati, mas tony Q senang sekali melihat Steven coconuttrezz yang
sekarang dah sangat berkembang
boleh dibilang Tony Q Rastafara klotokan dalam bermusik reggae.
Hingga kini Tony Q telah melahirkan enam album, yaitu Rambut Gimbal
(1996), Gue Falling in Love (1997), Damai dengan Cinta (2000), Kronologi
(2003), Salam Damai (2005), anak kampong (2007)
Lirik lagu Anak Kampung adalah sepenggal biografi Tony Q ketika
merantau di Jakarta. Pria asal Semarang yang terlahir dengan nama Tony
Waluyo Sukmoasih pertama kali hidup di Jakarta bekerja pada PT
Singapur-Cakung, sebagai buruh bagian quality control, sebuah pabrik
kaleng. Merasa tertekan melihat mesin absensi, ia pindah kerja pada
sebuah perusahaan yang bergerak di bidang desain periklanan di Sunter.
Suatu kali, ia meminta ijin pada sang bos untuk diperkenankan kuliah
seni rupa di Institut Kesenian Jakarta. Tapi si bos tak memberi ijin,
justru memberinya setumpuk pekerjaan di percetakan. “Saya marah. Sesuai
kontrak kerja kan saya sebagai desainer, hanya menggambar, kok diberi
tugas di percetakan. Saya keluar!” sergahnya.
Akhirnya, ia berlabuh di Pasar Kaget Blok-M, hidup secara bohemian
dengan mengamen. Ia merasa senang, bebas dan nyaman. “Orangtua saya
begitu prihatin mendengar cerita orang-orang bahwa saya ngamen… Padahal
saya bahagia dengan cara hidup seperti itu. Banyak teman,
makan-tidur-ngamen… hari-hari yang bebas. Ngitung duit jam empat pagi di
Hoya. Dapat uang beli senar gitar atau beli buku dan alat-alat lukis,”
tutur Tony Q. yang pada masa itu banyak belajar dari musisi jalanan,
Anto Baret dan lingkar pergaulan seniman Bulungan. Baginya, rasa was-was
orangtua adalah wajar, justru mendorongnya untuk lebih berprestasi.
Perjalanan bermusik Tony Q memang terasah lewat mengamen lalu tampil
di kafe-kafe di bilangan Blok-M. “Saya bersyukur ada yang memberi
kepercayaan untuk tampil. Selain untuk dapur supaya tetap ngebul,
sekaligus bisa bergaul dengan segala kalangan. Saya banyak belajar di
sana,” katanya serius. Kini secara berkala Tony Q tampil di BB’s sebuah
bar di bilangan Menteng. Di sana kerapkali band-band reggae seperti
Steven n’ Coconut Treez, GangstaRasta, dan kadang band reggae dari
Yogya, Shaggy Dog tampil menyemarakkan suasana.Tony Q kadang menyanyikan
lagu-lagu Bob Marley diringi permainan gitar yang ciamik dari seorang
bocah. Pada acara Reggae Gathering dulu waktu peluncuran album Salam
Damai, Tony Q melakukan kolaborasi dengan puluhan anak-anak yang
memainkan jimbe. Mereka adalah anak-anak yang tinggal di pinggir kali
Ciliwung tergabung dalam Sanggar Akar yang dibina oleh Hendrikus pemain
perkusi/kendang band Rastafara.
Unsur musik-musik tradisional Indonesia begitu kental dalam lagu-lagu
Tony Q Rastafara seperti Paris van Java berlirik bahasa Sunda,
Ngayogyakarta berbahasa Jawa, dan Pesta Pantai yang memadukan musik
talempong Minang. Perpaduan musik-musik tradisonal Indonesia yang
dijelajahi Tony Q Rastafara memikat banyak mahasiswa jurusan musik untuk
melakukan penelitian. Dan kabarnya Obie, mahasiswa jurusan musik
Institut Seni Indonesia Jogjakarta telah membuat skripsi dari lagu-lagu
Tony Q, dengan nilai A.
April tahun kemarin, dalam diskusi tentang musik reggae di
Universitas Paramadina, seorang mahasiswa bertanya, “Bagaimana musik
reggae bisa mengusung ide revolusioner kalau hanya bermain untuk
kalangan atas?”
Sebagai pembicara Tony Q memberi penjelasan berdasarkan pengalaman
selama hidup di jalanan. Musik reggae, katanya, lahir dari kalangan
bawah yang tertindas dan terpinggirkan. Reggae merupakan musik
perlawanan terhadap sistem penindasan. Lirik lagu yang dibuatnya adalah
cerminan kenyataan hidup di Indonesia. Pat Gulipat menggambarkan
bagaimana kawan makan kawan, atau kehidupan politik dan ekonomi kita
yang sakit, saling menilap. Kalau lagu reggae yang berasal dari reality
itu didengar kalangan atas di bar atau kafe, kata Tony Q, itu adalah
bagian dari proses transformasi. Agar kalangan atas menyadari sisi
kehidupan yang lain di kalangan bawah dan menengah.
Adalah sebuah kenyataan pula, kalangan atas Jakarta kini ramai
mendatangi gigs reggae seperti yang digelar di Citos-Cilandak Town
Square, Colours, News Cafe dan bar-bar lainnya.
PERJALANAN Tony Q dalam bermusik dimulai bersama kawan-kawannya
ketika mendirikan band bernama Roots Rock Reggae pada 1989. Namun
sayang, band itu tak sempat berlangsung lama, karena kawan-kawannya
merasa tidak yakin kalau reggae bisa dipasarkan di tengah masyarakat,
hingga bubar paruh 1990. Tahun 1990 Tony Q memndirikan band kembali
dengan nama Exodus, namun bubar pada `1992. Kemudian Rastaman,
1992-1994. Terakhir pada 1994 ia mendirikan band Rastafara, hingga bubar
tahun 2000. Kini dia lebih memilih berjalan sendiri bersama para
additional players-nya.
zaman dulu semua nama band yang didirikannya hampir semuanya
mengambil judul lagu Bob Marley. Seperti umumnya pecinta musik reggae,
perjalanan musik Tony Q terinspirasi dari perjalanan panjang Bob Marley
baik dalam bermusik, juga keterlibatan sosial-politiknya. Di sampul
belakang buku yang ditulis Helmi Y. Haska, Bob Marley: Rasta, Reggae,
Revolusi (Kepak Book, 2005), Tony Q memberi komentar, “Selama ini gue
memperjuangkan pikiran-pikiran Bob Marley. Marley buat gue adalah guru.
Gue salut! Bob Marley memperjuangkan manusia supaya bangkit dari mental
budak, mental slavery! Kondisinya mirip-mirip di sini. Gue teruskan
perjuangan dia dengan musik reggae di bumi tercinta ini: Indonesia!”.
Berjuang, adalah kata kunci yang sering diucapkan Tony Q. Dan untuk
menjadi reggaeman cobalah simak penggalan lagu Reggae berikut ini:
Reggae nggak harus gimbal
Gimbal nggak harus reggae
Reggae nggak harus beganjo
Reggae musik yang pecinta damai.
Tony Q Rastafara – Bakso Donk
Tony Q Rastafara – AsapPutih
Tony Q Rastafara – Cahayamu
Tony Q Rastafara – Dont Worry (Feat Steven and Coconuttreez)
Tony Q Rastafara – Gadis Andalas
Tony Q Rastafara – Get Up Stand Up
Tony Q Rastafara – Hanya Untukmu
Tony Q Rastafara – Ngajogjakarta
Tony Q Rastafara – Ngajogjakarta (Original Version)
Tony Q Rastafara – Om Funky
Tony Q Rastafara – Paris Van Java
Tony Q Rastafara – Pesta Pantai
Tony Q Rastafara – Rambut Gimbal
Tony Q Rastafara – Sapu Tangan Putih
Tony Q Rastafara – Waiting Tresno
Tony Q Rastafara – Oh…Ya
Tony Q Rastafara – Misteri Kehidupan
Tony Q Rastafara – Aku Masih Menunggu
Tony Q Rastafara – Kembalilah Kasih
Tony Q & Rastafara – Aku Sayang Kamu
Tony Q Rastafara – Preman Buronan
Tony Q Rastafara – Lively Up Your self
Tony Q Rastafara – Semua Untuk Mu ( Versi Live )
Tony Q & Rastafara feat Krisdayanti – Cintaku
Tony Q Rastafara – This Song Of Labour
Tony Q Rastafara – Don’t Worry Uyee..(Original Vers)
Tony Q & Rastafara – Goyang Kamu Seksi ( versi )
Tony_Q_-_Rastafara_-_Peace_With_Love
Tony Q & Rastafara – Ice cream
Tony Q & Rastafara – Yang Terulang
Tony Q & Rastafara – untukmu kasih
Tony Q Rastafara – Woman
Tony Q Rastafara -This Is My Way
Tony Q Rastafara – Tertanam
Tony Q Rastafara – Reggae Dot Com
Tony Q Rastafara – Ojolali
Tony Q Rastafara – Mencium Bulan
Tony Q Rastafara – Lukisan Cinta (Accoustic Version)
Tony Q Rastafara – Liburan
Tony Q Rastafara – Ketika
Tony Q Rastafara – Anak Kampung
Tony Q Rastafara – Ada Gula Ada Semut