"Korupsi juga merasuk semua lembaga negara eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Karenanya, korupsi digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crimes)," ujar Abraham di Jakarta, Kamis (9/5/2013).
Abraham menambahkan tindak pidana korupsi sudah bukan lagi masalah lokal, melainkan suatu fenomena trans-nasional. Dimana, korupsi sudah memengaruhi masyarakat dan ekonomi.
"Sehingga mendorong perlunya kerjasama internasional dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi," katanya.
saat ini koruptor tidak hanya berasal dari kelas menengah ke atas tetapi juga sudah merambah ke kalangan menengah ke bawah. Karena itu, modus korupsi yang dilakukan bervariasi dan terus mengalami evolusi.
"Dahulu korupsi yang paling sederhana adalah manipulasi atau pungli sampai sekarang korupsi lebih canggih," katanya.
Korupsi bukan suatu gejala baru di Indonesia. Sejak zaman VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) korupsi sudah dipraktikkan. Bahkan, korupsi kemudian menyebabkan kongsi dagang Belanda tersebut menjadi ambruk.
Ketidakjelasan antara keuangan pribadi dengan keuangan
umum (negara) telah menyebabkan seseorang melakukan korupsi. Bukan
korupsi saja, masalah penjualan jabatan negara (venality of office)
sesungguhnya bukanlah masalah baru. Hal tersebut sudah diperkenalkan
pada masa VOC dan bahkan dipraktikkan di dalam kerajaan-kerajaan di
Indonesia sehingga, muncul konsep bahwa jabatan umum di dalam satu
negara adalah juga satu sumber penghasilan.
Menurut Alatas (1981), korupsi dapat berupa
penyelewengan uang negara, pungutan liar atau pemerasan, uang pelicin
dalam usaha menarik keuntungan dan lain sebagainya. Di bagian yang
lebih terperinci dalam masyarakat korupsi terjadi, baik di kalangan
menengah dan bawah, ataupun pada masyarakat kalangan atas.
Korupsi di kalangan masyarakat menengah dan bawahan
hanya sekisaran penghasilan dan biasanya dihabiskan pada pada tingkat
konsumsi kebutuhan keluarga. Sedangkan korupsi pada kalangan
masyarakat atas berjumlah besar serta dapat dilihat sebagai konsentrasi
modal atau uang di tangan pribadi-pribadi tertentu.
Korupsi di kalangan pejabat menengah dan bawahan dapat
menyebabkan misalnya,Program-Program Pemberdaya Masyarakat Tidak Efektif,surat KTP tidak
ada, izin usaha macet, pemilikan tak terdaftar, masuk sekolah tidak
mulus, pengiriman barang yang menjadi mahal, transportasi yang
dipersukar, pungutan liar pada sopir yang berpendapatan rendah, surat
izin yang sukar diperoleh, izin ini dan itu dan seterusnya, yang
kesemuanya menunjukkan ditemukannya kesulitan dan kemacetan secara
besar-besaran. Umumnya, semua kesulitan dan kemacetan tersebut
disebabkan oleh kecenderungan aparatur negara yang korupsi pada
masyarakat tingkat menengah dan bawahan.
Korupsi memang bukan monopoli negara yang sedang
membangun saja. Di negara yang sedang maju seperti Amerika Serikat,
Eropa, Jepang dan lain sebagainya, skandal korupsi masih sering
ditemukan. Yang membedakannya dengan korupsi yang terjadi di negara
berkembang adalah bahwa korupsi yang terjadi di negara maju bersifat
politis, yang dilakukan oleh para politisi dalam rangka memenangkan
sebuah suksesi pemilihan dan sejenisnya.
Oleh karena jangkauannya masih terbatas pada elite
tingkat tinggi. Sedangkan korupsi yang terdapat di banyak negara
berkembang seperti Indonesia sudah bersifat wabah. Bahkan Bung Hatta
pernah menggambarkannya kondisi tersebut sebagai perilaku yang telah
membudaya. Demikianlah, korupsi sudah mencapai tingkat “mewabah”,
yaitu sebuah kondisi yang tidak mungkin terbantahkan. Namun demikian,
pernyataan bahwa korupsi sudah merupakan bagian dari kebudayaan,
kelihatannya banyak yang keberatan. Memang sulit untuk menyatakan
bahwa masyarakat sudah menerima korupsi sebagai bagian sestem nilai
yang dianutnya.
Dari mana bermula korupsi, dari kalangan bisnis, aparat
pemerintah atau kalangan lain, tentunya sulit untuk ditentukan. Dalam
lingkungan di mana penyuapan merupakan bagian dari kebiasan, maka
kalangan dunia usaha lazimnya akan menyesuaikan diri. Bahkan, kemudian
sering dianggap sebagai bagian dari praktik usaha yang tidak
dipertanyakan lagi. Bagi dunia usaha, penyuapan atau apapun namanya
berarti tambahan biaya. Dari tambahan biaya tersebut, selama masih bisa
menghasilkan surplus atau laba yang dianggapnya wajar, maka akan
dilakukannya tanpa banyak keberatan.
Strategi Memberantas Korupsi
Di era reformasi sekarang ini upaya untuk melakukan
pemberantasan terhadap korupsi juga terus dilanjutkan, terutama dengan
dibentuknya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Namun demikian, korupsi
terus berlanjut sampai saat sekarang ini. Oleh karena itu, perlu kiranya langkah atau strategi untuk mengantisipasinya
serta mengkikis habis praktik korupsi di negara ini. Beberapa upaya
tentunya dapat dilakukan, yaitu sebagai berikut :
Pertama, perlunya penegakan hukum. Di era
reformasi penegakkan hukum merupakan suatu keharusan. Upaya penegakan
hukum harus dalam arti bahwa segala macam tindakan yang melanggar hukum
termasuk para koruptor, mendapat ganjaran sesuai dengan perbuatan yang
dilakukan.
Kedua, sebelum diadakan pemilihan seorang
pemimpin, mulai dari presiden, gubernur, bupati dan pejabat pemerintah
lainnya, perlu dilakukan cek apakah seorang calon pemimpin tersebut
terindikasi melakukan tindak korupsi.
Pengecekan ini diperlukan mengingat bahwa pemimpin yang
kita harapkan untuk masa depan negara ini adalah pemimpin yang bersih
dari segala tuntutan hukum termasuk korupsi. Di era reformasi
sesungguhnya langkah ini telah dilakukan ke beberapa aparat
pemerintah, mulai dari tingkat pusat sampai tingkat tingkat daerah.
Salah satunya dengan melaporkan segala macam kekayaan yang dimiliki oleh
para penyelengara negara tersebut, yang secara tidak langsung merupakan
satu upaya dari mencegah serta memonitor usaha ke arah korupsi.
Ketiga, perlu penanaman moral bagi para
penyelengara negara khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Upaya penanaman moral merupakan suatu keharusan, karena tindakan korupsi
sangat terkait dengan identitas moral seseorang. Selama moral
seseorang baik, maka tindakan korupsi tidak akan terjadi. Lebih
lanjut, ketika berbicara masalah moral, maka tidak terlepas dari apa
yang disebut dengan jiwa keagamaan dari seseorang. Suatu ajaran agama,
terutama agama Islam, upaya penamana moral yang baik sangat dituntut
bahkan diwajibkan kepada semua umatnya.
Keempat, pendayagunaan fungsi pegawasan
tentunya merupakan ikhtiar yang akan lebih sempurna pelaksanaannya
setelah kita menelaah gejala-gejala yang berkaitan dengan manifestasi
korupsi dalam masyarakat pada umumnya, dan khususnya dalam lingkungan
aparatur pemerintahan yang bertugas mengelola pembangunan. Tentunya,
hal ini sangat ditentukan oleh adanya dukungan oleh berbagai faktor
yang ada di dalam objek pengawasan itu sendiri. Misalnya, adanya
disiplin kerja yang memenuhi persyaratan manajerial akan melahirkan
tenaga kerja yang jujur dan memiliki dedikasi tinggi terhadap
tugas-tugasnya. Singkatnya, tertib kerja yang ditandai oleh disiplin
tinggi tentunya mempermudah tugas pengawasan.
Baik korupsi di kalangan masyarakat kelas menengah,
bawah dan atau masyarakat kalangan atas, harus mendapat perhatian
serius. Suatu keharusan tampaknya bagi semua elemen masyarakat untuk
mengikis habis korupsi di bumi Indonesia. Apalagi sekarang adalah masa
reformasi, yang salah satu program yang dicanangkan adalah menghapus
segala macam bentuk praktik korupsi. Usaha mengikis habis praktik
korupsi juga membutuhkan eratnya kerja sama antar elemen yang ada di
dalam masyarakat.
Masyarakat bekerjasama dalam upaya mengikis
praktik-praktik korupsi yang ada. Kerja sama yang berkesinambungan,
sekali lagi, merupakan hal mendasar yang harus ada dalam mengikis habis
korupsi di negara kita. Oleh karena itu, apa yang terjadi di masa yang
lalu tidak akan terulang lagi dan benarlah adanya ungkapan bijak bahwa,
“belajar sejarah merupakan suatu hal yang baik untuk dapat melihat masa
depan yang lebih baik. Wasallam.
0 comments
Post a Comment